Aku Tidak Lebih Dulu Kesurga
Oleh Nayla Ahwat Kemari
*Aku tidak tahu dimana berada. Meski sekian banyak manusia berada
disekelilingku, namun aku tetap merasa
sendiri dan ketakutan. Aku masih
bertanya dan terus bertanya, tempat apa
ini, dan buat apa semua manusia
dikumpulkan. Mungkinkah, ah aku tidak mau mengira-ngira.
• Rasa takutku makin menjadi-jadi, tatkala seseorang yang tidak pernah
kukenal sebelumnya mendekati dan
menjawab pertanyaan hatiku. “ Inilah yang disebut Padang Mahsyar,” suaranya begitu menggetarkan jiwaku.
“ Bagaimana ia bisa tahu pertanyaanku, ” batinku. Aku menggigil, tubuhku terasa
lemas, mataku tegang mencari
perlindungan dari seseorang yang
kukenal.
• Kusaksikan langit menghitam, sesaat kemudian bersinar kemilauan.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara
menggema. Aku baru sadar, inilah hari
penentuan, hari dimana semua manusia
akan menerima keputusan akan
balasan dari amalnya selama hidup didunia. Hari ini pula akan ditentukan
nasib manusia selanjutnya, surgakah
yang akan dinikmati atau adzab neraka
yang siap menanti.
• Aku semakin takut. Namun ada debar dalam dadaku mengingat amal-amal
baikku didunia. Mungkinkah aku
tergolong orang-orang yang mendapat
kasih-Nya atau jangan-jangan ………
• Aku dan semua manusia lainnya masih menunggu keputusan dari Yang
menguasai hari pembalasan. Tak lama
kemudian, terdengar lagi suara
menggema tadi yang mengatakan,
bahwa sesaat lagi akan dibacakan
daftar manusia-manusia yang akan menemani Rasulullah SAW di surga yang
indah. Lagi-lagi dadaku berdebar, ada
keyakinan bahwa namaku termasuk
dalam daftar itu, mengingat banyaknya
infaq yang aku sedekahkan. Terlebih
lagi, sewaktu didunia aku dikenal sebagai juru dakwah. “ Kalaulah banyak orang yang kudakwahi masuk surga,
apalagi aku, ” pikirku mantap.
• Akhirnya, nama-nama itupun mulai disebutkan. Aku masih beranggapan
bahwa namaku ada dalam deretan
penghuni surga itu, mengingat ibadah-
ibadah dan perbuatan-perbuatan
baikku. Dalam daftar itu, nama
Rasulullah Muhammad SAW sudah pasti tercantum pada urutan teratas, sesuai
janji Allah melalui Jibril, bahwa tidak
satupun jiwa yang masuk kedalam
surga sebelum Muhammad masuk.
Setelah itu tersebutlah para
Assabiquunal Awwaluun. Kulihat Fatimah Az Zahra dengan senyum
manisnya melangkah bahagia sebagai
wanita pertama yang ke surga, diikuti
para istri-istri dan keluarga rasul lainnya.
• Para nabi dan rasul Allah lainnya pun masuk dalam daftar tersebut. Yasir dan
Sumayyah berjalan tenang dengan
predikat Syahid dan syahidah pertama
dalam Islam. Juga para sahabat lainnya,
satu persatu para pengikut terdahulu
Rasul itu dengan bangga melangkah ke tempat dimana Allah akan membuka
tabirnya. Yang aku tahu, salah satu
kenikmatan yang akan diterima para
penghuni surga adalah melihat wajah
Allah. Kusaksikan para sahabat
Muhajirin dan Anshor yang tengah bersyukur mendapatkan nikmat tiada
terhingga sebagai balasan kesetiaan
berjuang bersama Muhammad
menegakkan risalah. Setelah itu
tersebutlah para mukminin terdahulu
dan para syuhada dalam berbagai perjuangan pembelaan agama Allah.
• Sementara itu, dadaku berdegub keras menunggu giliran. Aku terperanjat
begitu melihat rombongan anak-anak
yatim dengan riang berlari untuk segera
menikmati kesegaran telaga kautsar.
Beberapa dari mereka tersenyum sambil
melambaikan tangannya kepadaku. Sepertinya aku kenal mereka. Ya Allah,
mereka anak-anak yatim sebelah
rumahku yang tidak pernah
kuperhatikan. Anak-anak yang selalu
menangis kelaparan dimalam hari
sementara sering kubuang sebagian makanan yang tak habis kumakan.
• “ Subhanallah, itu si Parmin tukang mie dekat kantorku, ” aku terperangah melihatnya melenggang ke surga.
Parmin, pemuda yang tidak pernah lulus
SD itu pernah bercerita, bahwa sebagian
besar hasil dagangnya ia kririmkan
untuk ibu dan biaya sekolah empat
adiknya. Parmin yang rajin sholat itu, rela berpuasa berhari-hari asal ibu dan
adik-adiknya di kampung tidak
kelaparan. Tiba-tiba, orang yang sejak
tadi disampingku berkata lagi, “ Parmin yang tukang mie itu lebih baik dimata
Allah. Ia bekerja untuk kebahagiaan
orang lain.” Sementara aku, semua hasil keringatku semata untuk keperluanku.
• Lalu berturut-turut lewat didepan mataku, mbok Darmi penjual pecel yang
kehadirannya selalu kutolak, pengemis
yang setiap hari lewat depan rumah dan
selalu mendapatkan kata “ maaf” dari bibirku dibalik pagar tinggi rumahku.
Orang disampingku berbicara lagi
seolah menjawab setiap pertanyaanku
meski tidak kulontarkan, “ Mereka ihklas, tidak sakit hati serta tidak memendam
kebencian meski kau tolak. ”
• Masya Allah murid-murid pengajian yang aku bina, mereka mendahuluiku
ke surga. Setelah itu, berbondong-
bondong jamaah masjid-masjid tempat
biasa aku berceramah. “ Mereka belajar kepadamu, lalu mereka amalkan.
Sedangkan kau, terlalu banyak
berbicara dan sedikit mendengarkan.
Padahal, lebih banyak yang bisa
dipelajari dengan mendengar dari pada
berbicara,” jelasnya lagi.
• Aku semakin penasaran dan terus menunggu giliranku dipanggil. Seiring
dengan itu antrian manusia-manusia
dengan wajah ceria, makin panjang.
Tapi sejauh ini, belum juga namaku
terpanggil. Aku mulai kesal, aku ingin
segera bertemu Allah dan berkata, “ Ya Allah, didunia aku banyak melakukan
ibadah, aku bershodaqoh, banyak
membantu orang lain, banyak
berdakwah, izinkan aku ke surgaMu. ”
• Orang dengan wajah bersinar disampingku itu hendak berbicara lagi,
aku ingin menolaknya. Tetapi, tanganku
tak kuasa menahannya untuk berbicara.
“ Ibadahmu bukan untuk Allah, tapi selalu kau ikuti dengan Riya ’ dan Tasmi’ , semata untuk kepentinganmu, shodaqohmu sebatas untuk
memperjelas status sosial, dibalik
bantuanmu tersimpan keinginan
mendapatkan penghargaan, nasehat yg
kau sampaikan.dan dakwah yang kau
lakukan hanya berbekas untuk orang lain, tidak untukmu, ” bergetar tubuhku mendengarnya.
• Anak-anak yatim, Parmin, mbok Darmi, pengemis tua, murid-murid pengajian,
jamaah masjid dan banyak lagi orang-
orang yang sering kuanggap tidak lebih
baik dariku, mereka lebih dulu ke surga
Allah. Padahal, aku sering beranggapan,
surga adalah balasan yang pantas untukku atas dakwah yang kulakukan,
infaq yang kuberikan, ilmu yang
kuajarkan dan perbuatan baik lainnya.
Ternyata, aku tidak lebih tunduk dari
pada mereka,tidak lebih ikhlas dalam
beramal dari pada mereka, tidak lebih bersih hati dari pada mereka, sehingga
aku tidak lebih dulu ke surga dari
mereka. Termasuk Manakan Anda ?
• Jam dinding berdentang tiga kali. Aku tersentak bangun dan, astaghfirullah
ternyata Allah telah menasihatiku lewat
mimpi malam ini. (bay).
Oleh Nayla Ahwat Kemari
*Aku tidak tahu dimana berada. Meski sekian banyak manusia berada
disekelilingku, namun aku tetap merasa
sendiri dan ketakutan. Aku masih
bertanya dan terus bertanya, tempat apa
ini, dan buat apa semua manusia
dikumpulkan. Mungkinkah, ah aku tidak mau mengira-ngira.
• Rasa takutku makin menjadi-jadi, tatkala seseorang yang tidak pernah
kukenal sebelumnya mendekati dan
menjawab pertanyaan hatiku. “ Inilah yang disebut Padang Mahsyar,” suaranya begitu menggetarkan jiwaku.
“ Bagaimana ia bisa tahu pertanyaanku, ” batinku. Aku menggigil, tubuhku terasa
lemas, mataku tegang mencari
perlindungan dari seseorang yang
kukenal.
• Kusaksikan langit menghitam, sesaat kemudian bersinar kemilauan.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara
menggema. Aku baru sadar, inilah hari
penentuan, hari dimana semua manusia
akan menerima keputusan akan
balasan dari amalnya selama hidup didunia. Hari ini pula akan ditentukan
nasib manusia selanjutnya, surgakah
yang akan dinikmati atau adzab neraka
yang siap menanti.
• Aku semakin takut. Namun ada debar dalam dadaku mengingat amal-amal
baikku didunia. Mungkinkah aku
tergolong orang-orang yang mendapat
kasih-Nya atau jangan-jangan ………
• Aku dan semua manusia lainnya masih menunggu keputusan dari Yang
menguasai hari pembalasan. Tak lama
kemudian, terdengar lagi suara
menggema tadi yang mengatakan,
bahwa sesaat lagi akan dibacakan
daftar manusia-manusia yang akan menemani Rasulullah SAW di surga yang
indah. Lagi-lagi dadaku berdebar, ada
keyakinan bahwa namaku termasuk
dalam daftar itu, mengingat banyaknya
infaq yang aku sedekahkan. Terlebih
lagi, sewaktu didunia aku dikenal sebagai juru dakwah. “ Kalaulah banyak orang yang kudakwahi masuk surga,
apalagi aku, ” pikirku mantap.
• Akhirnya, nama-nama itupun mulai disebutkan. Aku masih beranggapan
bahwa namaku ada dalam deretan
penghuni surga itu, mengingat ibadah-
ibadah dan perbuatan-perbuatan
baikku. Dalam daftar itu, nama
Rasulullah Muhammad SAW sudah pasti tercantum pada urutan teratas, sesuai
janji Allah melalui Jibril, bahwa tidak
satupun jiwa yang masuk kedalam
surga sebelum Muhammad masuk.
Setelah itu tersebutlah para
Assabiquunal Awwaluun. Kulihat Fatimah Az Zahra dengan senyum
manisnya melangkah bahagia sebagai
wanita pertama yang ke surga, diikuti
para istri-istri dan keluarga rasul lainnya.
• Para nabi dan rasul Allah lainnya pun masuk dalam daftar tersebut. Yasir dan
Sumayyah berjalan tenang dengan
predikat Syahid dan syahidah pertama
dalam Islam. Juga para sahabat lainnya,
satu persatu para pengikut terdahulu
Rasul itu dengan bangga melangkah ke tempat dimana Allah akan membuka
tabirnya. Yang aku tahu, salah satu
kenikmatan yang akan diterima para
penghuni surga adalah melihat wajah
Allah. Kusaksikan para sahabat
Muhajirin dan Anshor yang tengah bersyukur mendapatkan nikmat tiada
terhingga sebagai balasan kesetiaan
berjuang bersama Muhammad
menegakkan risalah. Setelah itu
tersebutlah para mukminin terdahulu
dan para syuhada dalam berbagai perjuangan pembelaan agama Allah.
• Sementara itu, dadaku berdegub keras menunggu giliran. Aku terperanjat
begitu melihat rombongan anak-anak
yatim dengan riang berlari untuk segera
menikmati kesegaran telaga kautsar.
Beberapa dari mereka tersenyum sambil
melambaikan tangannya kepadaku. Sepertinya aku kenal mereka. Ya Allah,
mereka anak-anak yatim sebelah
rumahku yang tidak pernah
kuperhatikan. Anak-anak yang selalu
menangis kelaparan dimalam hari
sementara sering kubuang sebagian makanan yang tak habis kumakan.
• “ Subhanallah, itu si Parmin tukang mie dekat kantorku, ” aku terperangah melihatnya melenggang ke surga.
Parmin, pemuda yang tidak pernah lulus
SD itu pernah bercerita, bahwa sebagian
besar hasil dagangnya ia kririmkan
untuk ibu dan biaya sekolah empat
adiknya. Parmin yang rajin sholat itu, rela berpuasa berhari-hari asal ibu dan
adik-adiknya di kampung tidak
kelaparan. Tiba-tiba, orang yang sejak
tadi disampingku berkata lagi, “ Parmin yang tukang mie itu lebih baik dimata
Allah. Ia bekerja untuk kebahagiaan
orang lain.” Sementara aku, semua hasil keringatku semata untuk keperluanku.
• Lalu berturut-turut lewat didepan mataku, mbok Darmi penjual pecel yang
kehadirannya selalu kutolak, pengemis
yang setiap hari lewat depan rumah dan
selalu mendapatkan kata “ maaf” dari bibirku dibalik pagar tinggi rumahku.
Orang disampingku berbicara lagi
seolah menjawab setiap pertanyaanku
meski tidak kulontarkan, “ Mereka ihklas, tidak sakit hati serta tidak memendam
kebencian meski kau tolak. ”
• Masya Allah murid-murid pengajian yang aku bina, mereka mendahuluiku
ke surga. Setelah itu, berbondong-
bondong jamaah masjid-masjid tempat
biasa aku berceramah. “ Mereka belajar kepadamu, lalu mereka amalkan.
Sedangkan kau, terlalu banyak
berbicara dan sedikit mendengarkan.
Padahal, lebih banyak yang bisa
dipelajari dengan mendengar dari pada
berbicara,” jelasnya lagi.
• Aku semakin penasaran dan terus menunggu giliranku dipanggil. Seiring
dengan itu antrian manusia-manusia
dengan wajah ceria, makin panjang.
Tapi sejauh ini, belum juga namaku
terpanggil. Aku mulai kesal, aku ingin
segera bertemu Allah dan berkata, “ Ya Allah, didunia aku banyak melakukan
ibadah, aku bershodaqoh, banyak
membantu orang lain, banyak
berdakwah, izinkan aku ke surgaMu. ”
• Orang dengan wajah bersinar disampingku itu hendak berbicara lagi,
aku ingin menolaknya. Tetapi, tanganku
tak kuasa menahannya untuk berbicara.
“ Ibadahmu bukan untuk Allah, tapi selalu kau ikuti dengan Riya ’ dan Tasmi’ , semata untuk kepentinganmu, shodaqohmu sebatas untuk
memperjelas status sosial, dibalik
bantuanmu tersimpan keinginan
mendapatkan penghargaan, nasehat yg
kau sampaikan.dan dakwah yang kau
lakukan hanya berbekas untuk orang lain, tidak untukmu, ” bergetar tubuhku mendengarnya.
• Anak-anak yatim, Parmin, mbok Darmi, pengemis tua, murid-murid pengajian,
jamaah masjid dan banyak lagi orang-
orang yang sering kuanggap tidak lebih
baik dariku, mereka lebih dulu ke surga
Allah. Padahal, aku sering beranggapan,
surga adalah balasan yang pantas untukku atas dakwah yang kulakukan,
infaq yang kuberikan, ilmu yang
kuajarkan dan perbuatan baik lainnya.
Ternyata, aku tidak lebih tunduk dari
pada mereka,tidak lebih ikhlas dalam
beramal dari pada mereka, tidak lebih bersih hati dari pada mereka, sehingga
aku tidak lebih dulu ke surga dari
mereka. Termasuk Manakan Anda ?
• Jam dinding berdentang tiga kali. Aku tersentak bangun dan, astaghfirullah
ternyata Allah telah menasihatiku lewat
mimpi malam ini. (bay).

Posting Komentar